Pemimpin
pembelajaran dalam Pengelolaan Sumber Daya adalah Dua hal yang berkaitan, yang
mana seorang pemimpin pembelajaran harus mempertimbangkan aset apa yang
dimiliki agar bisa digunakan dalam mengambil kebijakan dalam mengelola
pembelajaran dalam sebuah ekosistem. Ekosistem merupakan sebuah tata interaksi antara makhluk
hidup dan unsur yang tidak hidup dalam sebuah lingkungan. Sebuah ekosistem
mencirikan satu pola hubungan yang saling menunjang pada sebuah teritorial atau
lingkungan tertentu. Di sekolah eksosistem tersebut dibentuk antara
faktor biotik (unsur yang hidup) dan abiotik (unsur yang tidak hidup). Kedua
unsur ini saling berinteraksi satu sama lainnya sehingga mampu menciptakan
hubungan yang selaras dan harmonis. Adapun faktor biotik tersebut antara lain :
Murid, Kepala Sekolah, Guru, Staf/Tenaga Kependidikan, Pengawas Sekolah,
Orang Tua, Masyarakat sekitar sekolah, Dinas terkait, Pemerintah Daerah. Faktor Abiotik contohnya adalah
Keuangan, Sarana dan Prasana dan Lingkungan.
Seorang pemimpin pembelaran harus bisa menggunakan asset tersebut
dengan tapat agar bisa meningkatkan kualitas pembelajaran yang berpusat pada
kebutuhan siswa. Dalam meningkatkan kualitas pembelajaran seorang pemimpin bisa
menggunakan asset tersebut menjadi 2 pendekatan yaitu :
1.
Pendekatan berbasis
kekurangan/masalah (Deficit-Based
Thinking) akan melihat dengan cara pandang negatif.
memusatkan perhatian kita pada apa yang mengganggu, apa yang kurang, dan apa
yang tidak bekerja.
2. Pendekatan berbasis
aset (Asset-Based
Thinking)adalah memusatkan pikiran pada kekuatan positif, pada apa
yang bekerja, yang menjadi inspirasi, yang menjadi kekuatan ataupun potensi
yang positif.
Sebagai
seorang pemimpin pembelajaran, maka seorang pemimpin harus bisa menggunakan asset
dengan baik yakni dengan menerapkan
pemikiran yang berbasis aset atau asset based
thinking. Karena dengan pendekatan berbasis asset maka akan muncul
optimis berfokus pada potensi aset yang
dimiliki yang bisa digunakan untuk mencari pemecahan pada masalah yang sedang
dihadapi bukan fokus pada masalah dan kekurangan yang menjadikan masalah
tidak akan ada solusinya
Modul 3.2 memiliki kaitan yang erat dengan
modul-modul sebelumnya. Dalam modul 1.1 Filosofi Pemikiran Ki Hajar Dewantara,
saya belajar mengenai peran guru dalam menuntun tumbuh kembangnya murid sesuai
dengan kodratnya. Kemudian dalam modul 1.2 saya belajar bagaimana Nilai-nilai
dan Peran guru penggerak sebagai pemimpin pembelajaran. Dalam modul 1.3 saya
mempelajarai tentang visi guru penggerak. Guru penggerak harus memiliki visi
yang jelasa akan bisa memaksimalkan Nilai-nilai dan peran guru penggerak
sebagai pemimpin pembelajaran. Dalam modul 1.4 saya belajar tentang Budaya
Positif, disini saya belajar bagaimana dalam menerapkan segitiga restitusi
dalam hal mensikapi permasalahan siswa, melalui segitiga restitusi tersebut
kita bisa membuat siswa menyadari apa masalah dan bagaimana mengatasi masalah
tersebut. Kemudian di modul 2.1 saya belajar tentang Pembelajaran
berdiferensisasi. Seperti kita ketahui bersama bahwa, setiap murid itu unik dan
memiliki kebutuhan belajar yang berbeda, sehingga melalui modul ini saya bisa
menerapkan pembelajaran yang berdiferensiasi untuk memenuhi kebutuhan belajar
murid. Pada modul 2.2 Saya belajar tentang Kompetensi Sosial Emosional (KSE). Melalui
modul ini saya bisa mengenali dan mengidentifikasi KSE yang nantinya bisa
berguna pada proses pembelajaran atau kegiatan di sekolah, KSE ini juga bisa
diintegraskan pada RPP beridferensisasi sehingga dengan begitu proses
pembelajaran bukan hanya memenuhi kebutuhan murid tapi juga bisa mengetahui KSE
yang tepat pada pembelajaran tersebut. Pada Modul 2.3 saya belajar tentang Teknik, prinsip, dan langkah-langkah
coaching yang bisa dilakukan oleh guru untuk menggali kemampuan dan kemandirian
coachee. Pada Modul 3.1 saya belajar tentang Pengambilan Keputusan Sebagai
Pemimpin yang dihadapkan pada kasus dilema etika dan bujukan moral. Pada modul
3.2 saya belajar tentang Pemimpin dalam mengelola sumberdaya. Sebagai seorang
pemimpin pembelajaran kita harus bisa berfikir berbasis asset dalam mensikapi
suatu masalah, asset tersebut bisa berupa factor biotik maupun factor abiotic.
Sebelum mempelajari modul 3.2 saya salam menghadapi masalah atau memiliki program sekolah terkadang hanya tanpa disadari masih berfikir berbasis kekurangan. Sehingga pada satu kasus program yang sudah saya gagas akhirnya tidak bisa terlaksana karena memang keterbatasan sumber daya. Setelah mempelajari modul 3.2 saya merasa bahwa dengan asset yang dimiliki oleh sekolah dan dengan berfikir berbasis asset maka saya akan berusaha untuk memaksimalkan asset yang ada untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang ada di sekolah.
0 Komentar